MAJELIS PENGAWAS DAERAH NOTARIS DALAM PENANGANAN PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS TERKAIT KETIDAKPATUHAN PEMBACAAN AKTA DI HADAPAN PENGHADAP DAN SAKSI

Abstract

Penelitian ini mengkaji fungsi Majelis Pengawas Daerah (MPD) menurut UU Jabatan Notaris (UUJN) dalam menangani pelanggaran kode etik khususnya pelanggaran kewajiban pembacaan akta di hadapan penghadap dan minimal dua saksi. Menggunakan pendekatan yuridis-normatif, studi mendalami teks UUJN, kode etik, dan regulasi turunannya. MPD berperan sebagai penerima pengaduan awal dari masyarakat, melakukan pemeriksaan awal secara obyektif dan transparan. Meski tidak menjatuhkan sanksi langsung, MPD menghasilkan rekomendasi untuk Majelis Pengawas Wilayah (MPW) dan Pusat agar sanksi dapat diterapkan sesuai ketentuan. UUJN mewajibkan notaris membacakan akta di hadapan minimal dua saksi kecuali jika penghadap sudah membaca sendiri dan menyatakan secara resmi. Pelanggaran ini menyebabkan akta kehilangan status autentik dan hanya bernilai sebagai akta di bawah tangan. MPW dapat memberikan teguran lisan atau tertulis, sedangkan Majelis Pengawas Pusat (MPP) atau Menteri Hukum dan HAM memiliki kewenangan menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara atau permanen, tergantung beratnya pelanggaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem pengawasan berjenjang ini menciptakan efektivitas dan efek jera dalam menjaga integritas profesional notaris. Namun, efektivitasnya masih terbatas oleh rendahnya kesadaran publik terhadap prosedur notaris dan kurangnya partisipasi dalam proses pengaduan. Oleh karena itu, rekomendasi diarahkan pada: (1) penguatan kelembagaan MPD; (2) peningkatan sosialisasi UUJN dan kode etik kepada masyarakat; dan (3) peningkatan kapabilitas anggota MPD dalam supervisi dan pembinaan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan notaris terhadap kewajiban pembacaan akta dan memperkokoh kepercayaan publik terhadap profesi kenotariatan.